POTLOT – Pada 25 Oktober lalu, Senat Mahasiswa Fakultas Sains dan Matematika (SM FSM) Universitas Diponegoro merilis salah satu Produk Legislasi (Proleg) yaitu Peraturan Senat Mahasiswa (Persema) mengenai Pemilihan Umum Raya (Pemira) di lingkungan Fakultas Sains dan Matematika. Namun, rilisnya Persema ini justru menimbulkan pro dan kontra di kalangan mahasiswa FSM.
Kontroversi ini terutama terfokus pada isi Persema Pemira BAB 3 yang berisi mengenai persyaratan calon Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FSM. Salah satu perubahannya adalah persyaratan mengenai calon Ketua BEM FSM yang harus memiliki sertifikat keikutsertaan dalam kegiatan Latihan Keterampilan dan Manajemen Mahasiswa Tingkat Menengah (LKMM-TM) atau Training Legislatif Tingkat Universitas (TL-U). Selain itu, salah satu poin kontroversial lain adalah peningkatan persyaratan mengenai calon Ketua dan Wakil Ketua BEM yang harus memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) minimal 3,3.
“Sebagaimana disampaikan teman-teman BEM FSM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Persema Pemira kemarin, saya dan BEM FSM tidak sepakat dengan adanya perubahan persyaratan ini dalam hal waktu perubahannya.” jelas Aswin Nabila, Ketua BEM FSM 2023, melalui wawancara oleh LPM POTLOT (02/11). “Perubahan ini seharusnya dilakukan ketika kegiatan LKMM-TM atau TL-U belum selesai dilaksanakan, sehingga kesempatan bagi calon yang ingin mendaftar bisa terbuka seluas-luasnya dan calon dapat mempersiapkan diri dengan mengikuti kegiatan tersebut. Saat perubahan ini ditetapkan, kegiatan LKMM-TM dan TL-U sudah selesai dilangsungkan, yang artinya adanya perubahan ini membatasi pencalonan hanya boleh diperuntukkan bagi tiga lulusan LKMM-TM tahun ini dan beberapa lulusan TL-U.”
Selain itu, Aswin juga menyoroti perubahan terkait persyaratan IPK minimal 3,3. Aswin merasa bahwa hal tersebut tidak mencerminkan kondisi riil di FSM. “Berdasarkan yang saya ketahui dari data IPK pengurus BEM FSM dan beberapa orang yang saya kenal, untuk mendapatkan IPK di atas 3 saja tergolong cukup sulit di FSM,” ujar Aswin.
Aswin menegaskan bahwa pihak BEM FSM tidak sepakat bukan karena perubahan ini berat bagi pihak mereka, tetapi karena memang tidak relevan dengan kondisi di FSM. Ia merasa bahwa hal ini menunjukkan adanya kepentingan politik tertentu. Di akhir sesi wawancaranya, Aswin juga mengungkapkan harapannya agar perubahan Persema Pemira ini bisa ditindaklanjuti hingga amandemen.
Dalam kesempatan wawancara lain, peserta LKMM-TM delegasi FSM, Nada Ahmad Rayhan dan Hana Tsabita, turut melontarkan pandangan masing-masing. Keduanya sepakat bahwa lulusan LKMM-TM memiliki potensi kepemimpinan yang lebih unggul. Meskipun demikian, keduanya juga meyakini bahwa peserta lulusan LKMM-D tetap mampu mencalonkan diri sebagai Ketua BEM karena kurikulum yang diberikan di LKMM-D dianggap sudah memenuhi standar untuk posisi tersebut.
Hana juga menambahkan pendapatnya mengenai persyaratan TL-U. Menurutnya, TL-U tidak dapat disertakan ke dalam Persema Pemira karena kurikulum TL-U dan LKMM-TM memiliki perbedaan yang signifikan dan tidak dapat dibandingkan secara langsung.
Idlan Ardhana Rasyidin selaku salah satu senator delegasi Himpunan Mahasiswa Biologi serta Penanggung Jawab Pemira 2023, juga mengungkapkan pendapat yang serupa. “Untuk persyaratan TL-U itu sendiri jika melihat dari pandangan saya sebagai seorang senator, hal ini merupakan urgensi yang tidak terlalu tinggi, dikarenakan saya takut nantinya dapat menimbulkan calon-calon ketua BEM dari pihak legislatif yang tidak terlalu mengetahui bagaimana cara sebuah lembaga eksekutif bekerja,” terangnya dalam sesi wawancara bersama LPM POTLOT Jumat (03/11).
Menjawab keresahan dari beberapa mahasiswa FSM mengenai Persema Pemira ini, Maria Stephani Tampubolon, selaku Ketua SM FSM 2023, turut serta memberikan tanggapannya melalui wawancara. Menurutnya, tidak semua Proleg dapat diterima dengan tangan terbuka, dan Maria memohon maaf atas keresahan yang ditimbulkan. Maria juga menyampaikan bahwa ia sangat terbuka untuk melakukan tukar pendapat mengenai kegiatan Pemira ini.
Maria mengungkapkan bahwa opsi peningkatan persyaratan ini sudah ada dari tahun lalu. “Pada kegiatan RDP Reorganisasi Ormawa pada tahun 2022, saya sempat memberikan opsi bahwa TL-U sudah sepantasnya menjadi standarisasi kader untuk Ketua Senat dan memberikan pernyataan bahwa ada baiknya di tahun depan juga untuk Ketua BEM dinaikkan menjadi LKMM-TM agar bisa sejajar secara kurikulum dan batas kaderisasinya.”
Kemudian, Maria juga membantah tegas mengenai dugaan akan adanya kepentingan politik dalam pembentukan Proleg ini, “Saya izin untuk mengonfirmasi bahwa tidak ada sama sekali upaya kami selaku pihak legislatif untuk memberikan keberpihakan kepada golongan tertentu, kami melaksanakan perubahan untuk memberikan perubahan yang signifikan untuk BEM itu sendiri dan untuk keberlanjutan BEM sebagai eksekutif tertinggi di FSM,” Maria menambahkan bahwa saat persidangan dilaksanakan, terjadi perdebatan yang cukup panjang antara senator yang berpihak pada LKMM-D dan juga senator yang memilih LKMM-TM.
Mengenai dugaan tersebut diperjelas kembali oleh Idlan, “Suara ormawa sudah dipertimbangkan, saya sendiri juga sudah mendukung opsi dari ormawa terkait lebih memilih LKMM-D, karena kita tahu bahwa Persema ini nantinya akan digunakan oleh seluruh warga FSM yang akan naik menjadi Ketua BEM, tidak hanya digunakan oleh Senat itu sendiri. Namun saat sidang berlangsung, terdapat beberapa anggota Senat yang lebih setuju dengan LKMM-TM, hal ini sempat menimbulkan perbedaan suara di dalam sidang, namun akhirnya tetap dari Senat memilih untuk LKMM-TM untuk dijadikan syarat.”
Ihsan Alif selaku salah satu mahasiswa FSM yang mengamati kontroversi ini turut mengutarakan pendapatnya pada Selasa (31/10) dalam wawancara yang dilakukan secara daring oleh LPM POTLOT. Ihsan menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap peningkatan persyaratan calon Ketua BEM menjadi LKMM-TM dan/atau TL-U. Ia mengungkapkan bahwa persyaratan LKMM-D telah disetujui melalui musyawarah mahasiswa dan mewakili demokrasi mahasiswa FSM. Ihsan juga mempertanyakan apakah perubahan yang menurutnya mendadak dalam konstitusi ini dapat mencerminkan demokrasi dari mahasiswa FSM atau tidak.
(Widuri, Checil, Nasywa, Nayyara, Wulan, Salsabila/POTLOT).